Pages

Rabu, 01 September 2010

Perkembangan Wilayah Kota


Kota adalah tempat dimana orang - orang yang ada di dalamnya mengidentifikasikan diri mereka dengan lingkungannya (Kristanti, 2008). Awal dari bentukan kota berasal dari sekumpulan manusia yang berkumpul di suatu tempat dan berdiam berdasarkan suatu tujuan. Di kota tersebut manusia melakukan aktifitasnya baik yang bersifat individual maupun sosial, secara sendiri atau bersama-sama. Kota tempat menjalin komunikasi antara satu orang dengan orang lainnya. Oleh karena itu pada suatu kota pasti terdapat suatu pranata atau tata aturan yang mengatur hubungan – hubungan sosial ini. Adalah tidak mungkin sebuah kota hanya didiami seorang atau dua orang saja. kota merupakan sebuah artefak urban yang kolektif dan pada proses pembentukannya mengakar dalam budaya masyarakat (Alfian, 2007)
Sebuah kota memiliki karakter yang dipengaruhi oleh kondisi geografis, sejarah dan proses perkembangan. Faktor geografis biasanya merupakan faktor yang dominan dalam membentuk karakter kota. Pengaturan tata letak dan tata guna lahan tentu sangat memperhatikan kondisi geografis ini. Pemilihan dan penggunaan teknologi pengelolaan wilayah kota tentulah tidak sama antara kota dengan kondisi topografi kasar dengan kota di daerah dataran. Kejadian-kejadian masa lalu akan mendasari sifat sebuah kota. Sejarah perkembangan kota-kota di Amerika menjelaskan hal ini. Penemuan-penemuan alat transportasi bermotor telah menggeser peran kuda sebagai alat transportasi utama. perubahan tren moda angkutan (dari kuda/kereta berkuda, trem, sampai ke mobil) merubah pola guna lahan perkotaan (Djunaedi, tanpa tahun ).


Era Moda Transportasi Berkuda
Pada era kendaraan kuda, seluruh aktifitas terkonsentrasi hanya di dalam kota. Interaksi hanya berkembang dalam batas-batas kota yang sempit. Pola hubungan dengan daerah luar tidak ada atau sangat jarang terjadi.

Era Moda Transportasi Trem
Penggunaan lahan menjadi lebih berkembang keluar dari pusat kota searah dengan jalur jaringan transportasi ini. Muncul kantong-kantong pertumbuhan diluar dari pusat kota.


Era Moda Transportasi Mobil
Penggunaan mobil sebagai alat transportasi memungkinkan pencapaian lokasi yang lebih luas dan flesibel. Hal ini mempermudah manusia menjangkau setiap tempat yang diinginkannya. Transportasi mobil memperlancar arus modal dan sumberdaya dari satu tempat ke tempat lain. Mobilitas yang lebih fleksibel ini menyebabkan pemanfaatan lahan yang tidak terbatas hanya pada lahan-lahan dekat dengan jaringan transportasi. Pola pemanfaatan lahan menjadi meluas dari pusat kota, dimana pusat kota itu sendiri juga mengalami perkembangan.

Tipologi dan Perkembangan Kota

Ada beberapa tipologi kota yang pernah muncul dalam sejarah kota-kota di Indonesia (Alfian, 2007). Paling tidak dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:
1. Kota tradisional, yaitu yang diterapkan oleh penguasa pada waktu mendirikan pusat-pusat kerajaan seperti Yogyakarta dan Surakarta.
2. Kota-kota dagang pra-kolonial dan awal kolonial seperti Banten, Cirebon dan Surabaya. Tipe ini secara prinsipil dapat dikategorikan sebagai kota-kota dengan konsep kota tradisional yang telah mengalami modifikasi, meskipun dominasi feodal masih sangat dominan.
3. Kota kolonial moderen, yang secara prinsipil mengacu kepada konsep kota moderen-industrial dari negara-negara industri maju. Pada masa kolonial Belanda, sebagian hak otonomi diberikan oleh Negara kepada penduduk kota yang berstatus warga kota.
Tipologi sebuah kota dapat dilihat dari pola-pola yang ada pada masyarakat penghuninya. Pola-pola ini terbentuk dari berbagai kebiasaan yang selalu dilakukan atau disepakati untuk dilaksanakan oleh seluruh penghuni sebuah wilayah. Berbagai tindakan yang dilakukan manusia sebagai penghuni sebuah wilayah ini adalah sebuah hasil proses asimilasi dari manusia dengan lingkungannya.     
Interaksi sebuah wilayah kota dengan wilayah sekitarnya memunculkan proses tarik menarik pengaruh dalam berbagai macam segi. Wilayah yang memiliki kekuatan sumber-sumber perekonomian, budaya, teknologi, politik yang kuat akan mempengaruhi pola-pola kehidupan wilayah disekitarnya. Pada umumnya wilayah kota adalah wilayah yang memiliki kekuatan-kekuatan pengaruh yang lebih besar dari pada wilayah desa. Oleh karena itu, kota sering disebut sebagai pusat-pusat perekonomian, kebudayaan, teknologi, politik dan lain sebagainya. Wilayah yang tidak memiliki kekuatan besar lama kelamaan akan mengikut pola wilayah sekitarnya yang memiliki kekuatan pengaruh tinggi. Dalam proses seperti ini memungkinkan perubahan tipologi sebuah wilayah, misal dari sebuah desa berkembang menjadi kota, dari wilayah bertipe agraris menjadi wilayah bertipe industri dan sebagainya.
Proses tarik menarik pengaruh antar wilayah akan selalu terjadi sejalan dengan adanya proses interaksi antar wilayah tersebut. Interaksi yang sinergis akan saling menguntungkan bagi perkembangan kedua wilayah. Interaksi yang sinergis ini biasanya didukung oleh adanya suatu kesamaan pola pengembangan sumberdaya kedua wilayah yang berinteraksi tersebut dan didukung oleh kualitas sarana dan prasarana yang menunjang.

Perkembangan Perkotaan di Indonesia

Menurut Djunaedi, perkembangan kota-kota yang ada di Indonesia pada saat ini lebih mengarah pada pola memanjang jalur transportasi utama. Pola seperti ini disebut dengan pola pertumbuhan Ribbon Development. Kota disepanjang jalan di Pulau Jawa hampir terhubung satu sama lain. Pertumbuhan fasilitas-fasilitas kehidupan terkonsentrasi pada tempat yang memiliki akses dengan jalan utama. Pertumbuhan yang tidak merata ini perlu diwaspadai dalam sebuah proses perkembangan kota.
Amerika Serikat telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi akan tetapi terdapat suatu hal mendasar yang dirasakan hilang di masyarakat perkotaannya yaitu hilangnya rasa bahagia (human happiness), yang ditandai dengan rasa keterasingan, keterisolasian, dan ketersendirian. Kondisi ini diakibatkan oleh perkembangan fisik perkotaan yang melebar tidak terencana (urban sprawl) yang telah merenggut rasa aman (safety), rasa memiliki, dan hilangnya kualitas hidup sebagai suatu masyarakat yang sesungguhnya (genuine communities) pada masyarakat perkotaan di Amerika.
Kondisi kawasan pinggiran perkotaan yang tumbuh melebar di Amerika (America suburban sprawl) pada saat ini, telah mengakibatkan segala sesuatunya sangat berjauhan antara perumahan, pertokoan, dan fasilitas lainnya sehingga untuk mencapai suatu tempat sangat tergantung kepada kendaraan bermotor dan pada saat sampai ditujuan tidak ada seorangpun yang dikenal. Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi di kota-kota eropa seperti di Northwood yang berada di pinggiran kota London yang merupakan kota kecil dengan suasana yang hidup (vibrant small town) dan kehidupan bertetangga yang sangat erat , dan fasilitas-fasilitas sosial dan ekonomi dengan mudah ditempuh dengan berjalan kaki (walkable distance) yang pada akhirnya memperkuat kualitas kota (Sugito, 2009). Pertumbuhan dan perkembangan kota-kota di Indonesia nampaknya menunjukkan gejala-gejala seperti di Amerika tersebut. Individualisme nampak nyata. Kapital terkonsentrasi pada daerah-daerah pusat pertumbuhan yang hal ini sempat dirisaukan oleh Pengusaha Retailer yang tergabung dalam Aprindo (Muharam, 2001).


Daftar Pustaka

Alfian, Magdalia. http://www.bksnt-jogja.com/bpsnt/download/Jogyakarta-Meli.pdf

Djunaedi , Achmad, Dr. Ir. MUP, http://mpkd.ugm.ac.id/homepageadj/support/materi/mstt/b01-mstt-definisi-dan-konsep.pdf

Kristanti , www.arsitektur.net/2008-2-1/kristanti_kotaideal.html

Muharam. S, http://www.smfranchise.com/analysis/trendretail2.html

Sugito, Arief Noviar. ST., MPPM. http:// www.iap.or.id / detail _ artikel. asp?id = 28

0 komentar:

Posting Komentar